
Perayaan Hari Buruh Internasional tahun 2025 yang berlangsung serentak di beberapa kota di Indonesia pada 1 Mei lalu diwarnai dengan penggunaan kekuatan berlebihan dan kekerasan aparat kepolisian terhadap para peserta aksi unjuk rasa dan jurnalis peliput.
Di Jakarta, polisi bertindak represif saat menghadapi aksi protes damai di depan kompleks DPR/MPR Senayan. Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mengungkapkan bahwa aparat menghadang dan menggeledah perangkat aksi dan barang pribadi mahasiswa yang melakukan aksi di depan Gedung DPR pada pagi hari. Bahkan terdapat mahasiswa yang dituduh sebagai kelompok anarko tanpa dasar yang jelas.
Aparat kepolisian membubarkan aksi yang sedang berlangsung tanpa peringatan dan alasan yang sah menurut hukum. Sekitar pukul 17:00 WIB, aparat melakukan penangkapan yang disertai dengan kekerasan untuk membubarkan aksi. Pembubaran dilakukan ketika aksi dan hiburan musik masih berlangsung dengan menggunakan meriam air dan gas air mata.Data TAUD hingga Jumat siang mengungkapkan setidaknya 14 peserta aksi ditangkap dan digelandang ke Polda Metro Jaya.
Empat orang di antara yang ditangkap adalah tim medis dan saat itu sedang menjalankan tugas untuk melaksanakan bantuan medis. Tim medis ini juga mendapat penganiayaan berupa pukulan pada bagian kepala dan leher.Sejumlah 13 dari 14 orang massa aksi yang ditangkap mengalami luka luar dan lebam-lebam di sekujur tubuhnya. Para korban mengaku dipukul, dipiting, didorong, ditendang, hingga dilindas oleh kendaraan bermotor. Tiga orang ditemukan tim TAUD menderita luka bocor di kepala akibat kekerasan fisik aparat.
Aparat kepolisian juga diduga melakukan pelecehan seksual fisik dan nonfisik kepada salah seorang perempuan dari massa aksi yang ditangkap.Kekerasan aparat juga menimpa seorang jurnalis dari media progreSIP berinisial Y. Dia ketika itu mendokumentasikan aparat keamanan yang memukul mundur massa aksi pada sore hari. Korban lalu dianiaya oleh sekitar sepuluh orang, yang diduga adalah polisi tak berseragam, yang menuduhnya sebagai “anarko,” padahal korban sudah menunjukkan identitasnya sebagai jurnalis.
Tak hanya menganiaya, mereka juga memaksa korban menghapus rekaman video. Korban mengaku mengalami syok dan sempat sesak napas akibat kekerasan yang dia alami.
Berikut pernyataan Sikap Program Studi Ilmu FilsafatFakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas IndonesiaMenyikapi Penangkapan Mahasiswa dalam Aksi Peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025
Berangkat dari prinsip kebebasan dalam ruang demokrasi, kami, Program Studi IlmuFilsafat, FIB, Universitas Indonesia, menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwapenangkapan dan penetapan tersangka terhadap sejumlah peserta aksi pada peringatan HariBuruh Internasional (May Day) 1 Mei 2025 di Jakarta. Sebagai institusi pendidikan yangmenjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, kami menegaskan bahwa kemerdekaanmenyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak konstitusional setiap warga negara,sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Kebebasan ini merupakan fondasi penting dalamkehidupan bernegara yang demokratis dan berkeadaban.
Kami menerima informasi dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) bahwaterdapat 14 orang yang ditangkap, termasuk Cho Yong Gi dari Program Studi Ilmu Filsafat,FIB, Universitas Indonesia. Yang kami sesalkan, Yong Gi pada saat kejadian sedang bertugassebagai tim medis, lengkap dengan atribut dan perlengkapan medis, namun tetap mengalamitindakan penangkapan yang disertai kekerasan fisik. Penangkapan terhadap peserta aksi yangmenjalankan peran kemanusiaan, apalagi dilakukan dengan kekerasan, menimbulkanpertanyaan serius mengenai penghormatan terhadap prinsip-prinsip perlindungan sipil,termasuk perlindungan terhadap petugas medis dalam situasi aksi damai.
Program Studi Ilmu Filsafat FIB UI akan terus mengawal mahasiswa kami danmemberi perhatian penuh dalam proses hukum ini. Kami menghormati proses hukum yangberlaku dan masih menunggu perkembangan lebih lanjut dari pihak-pihak terkait. Namundemikian, kami berharap dengan fakta-fakta sebagaimana kami sampaikan ini, pihak PoldaMetro Jaya dapat meninjau kembali penanganan kasus ini secara objektif dan berkeadilandengan mempertimbangkan posisi mahasiswa kami serta integritas tugas kemanusiaan yang iaemban saat kejadian berlangsung.
Kami percaya bahwa institusi kepolisian memiliki peran penting dalam menjagaketertiban dan hak-hak warga negara secara seimbang. Karena itu, kami berharap agarpenanganan peristiwa ini tidak memperburuk citra kepolisian di mata publik, khususnyagenerasi muda yang sedang menempuh pendidikan dan belajar aktif berpartisipasi dalamkehidupan demokratis bangsa.
Akhir kata, kami menyampaikan komitmen dukungan moral dan akademik kepadamahasiswa kami tersebut, serta kepada semua pihak yang memperjuangkan keadilan dankebebasan berekspresi di Indonesia.
Program Studi Ilmu Filsafat – Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya – Universitas Indonesia
Redaksi : Jack Mustika/DetikMetro.Side